Intisari-Online.com - Saya tahu kau tidak cantik menurut ukuran seorang pelukis atau pematung. Kalau saya disuruh bicara terang-terangan, saya akan katakan kau ini memang tidak cantik .... Saya tidak dapat bicara bermanis-manis, tapi tentu ini salah. Apa yang ingin saya katakan, bahwa dalam wajah dan tubuhmu, terekspresi sesuatu yang besar, sesuatu yang ramah, bijaksana dan penuh sifat pengertian .... Saya sendiri selalu tak peka terhadap kecantikan yang formal .... Jangan lupa, bahwa kecantikan hanya bertahan beberapa tahun saja, sedangkan kita harus hidup bersama untuk waktu yang lama. Sekali kesegaran di masa muda itu lewat, maka yang tertinggal adalah kecantikan yang berupa kebaikan dan sifat penuh pengertianmu ... di sanalah kelebihan kamu ....
Tulisan yang terang-terangan itu, isi salah satu dari 900 surat cinta Sigmund Freud kepada Martha Barnays, wanita yang dicintai dan kemudian menjadi istrinya. Cinta Freud terhadap Martha yang lima tahun lebih muda darinya, memang istimewa dan susah tertandingi. Hanya dalam waktu 4,5 tahun, Freud begitu lancar menulis lebih dari 900 pucuk surat kepada Martha. Itu pun bukan surat perayu cinta basa-basi, karena paling pendek Freud menulis empat halaman. Malah ada yang panjangnya 22 halaman! Jadi selama waktu itu, Freud boleh dikatakan hampir tiap hari menulis surat untuk Martha. Isinya macam-macam. Namun, kebanyakan memang soal cinta dan tentunya ... cemburu!
Sigmund Freud pertama kali berjumpa dengan Martha, saat wanita itu mengunjungi keluarganya di rumah. Sebagai pemuda yang biasanya kaku dan agak eksentrik, Freud langsung saja masuk kamar tak mempedulikan tamunya. Tapi kali ini lain. Hatinya tergetar melihat penampilan Martha yang bertubuh agak kurus, kecil, dan berparas pucat. Freud kemudian keluar dari kamarnya, lalu menggabungkan diri. Ini hal aneh.
Sejak pertemuan itu, Freud mulai mengirimi Martha bunga mawar merah, disertai kartu bertuliskan kata-kata mutiara dalam bahasa Latin, Spanyol, Inggris, dan Jerrnan. Dia juga mulai menyapa, kemudian memanggil Martha dengan sebutan "putri" (princess). Perilaku "cinta" Freud terhadap Martha makin jelas saat Freud mengutarakan keraguannya: "... kebanyakan wanita berkata ya, tanpa sungguh-sungguh jatuh cinta. Cintanya itu baru berkembang belakangan."
Layaknya orang jatuh cinta, pasti dibayangi juga "jatuh" cemburu. Malah tanpa sadar, Freud sebetulnya sudah terjeblos ke dalam kubangan cemburu yang berlebihan. Dalam beberapa suratnya, Freud bahkan menyebut beberapa saingan yang juga teman baiknya. Misalnya tentang Fritz Wahle, seniman dan jagoan perayu wanita. Fritz memperingatkan Martha begini: "Saya kira ada perbedaan antara seniman dan ilmuwan .... Seniman itu memiliki satu kunci induk yang dengan mudahnya membuka hati semua wanita, sedangkan ilmuwan selalu berdiri bingung dulu di hadapan bentuk aneh struktur kunci itu, lalu berusaha mencari kunci mana yang cocok untuk membukanya ...."
Lalu setelah Martha betul-betul mencintai dirinya, Freud lalu merasa malu dan mengaku dalam suratnya: "Saya telah memenangkan seorang gadis yang begitu bijaksana, mengapa saya menyerangnya dengan perasaan cemburu. Martha telah menyayangi saya, mengapa saya harus takut pada lelaki lain .... Semua ini karena penjelmaan ketololan. Perasaan cemburu itu datang dari rasa tak percaya dari dalam diri sendiri."
Sebagai seorang genius yang jatuh cinta, Freud berusaha membentuk gadisnya menjadi wanita ideal dan kreatif hingga dapat hidup mendampinginya, tanpa merugikan kariernya. Freud pernah merasa kecewa lalu menuduh Martha memiliki "kelemahan". Lalu dalam satu surat balasannya kepada Martha yang mirip tuduhan itu, saat Martha menyatakan mau menikah dengan Freud asal dia tidak meninggalkan keluarganya, Freud menulis: "Saya mencabut kembali permintaan itu. Saya lihat saya tak akan berhasil mendapatkan apa yang saya inginkan .... Saya telah menuntut darimu sesuatu yang bukan kodratmu .... Kamu, bagaimana pun telah memberikan hal yang amat berharga buat saya. Pastilah, kamu akan selalu tinggal di dalam diri saya sebagai seorang kekasih yang paling bahagia dan tersayang." Freud akhirnya mengalah, demi cinta.
Akhirnya Sigmund dan Martha kawin. Pasangan Yahudi dan Austria ini memang benar-benar saling mencintai. Buah kasih cinta mereka, tiga putra dan tiga putri yang lahir berturut-turut antara tahun 1887 - 1895. Freud memang hidup bahagia, sesuai dengan bunyi suratnya kepada Martha: "Setelah kamu menjadi istri saya yang tercinta di dalam dunia ini, serta memakai nama saya, maka kita akan melewati hidup ini dengan bahagia dan tenang. Juga kita akan meneruskan pekerjaan mulia bagi umat manusia, sampai kita harus menutup mata dalam suatu tidur yang abadi ...."
Beberan ke-900-an surat Freud ini nyaris dibakar musnah Martha (meninggal tahun 1951), setelah Freud meninggal pada tahun 1939. Untung anak-anak Freud berhasil membujuk ibu mereka dan menyelamatkan surat-surat itu hingga kini menjadi bahan biografi Freud sebagai "perayu" yang lain dari umum. (Intisari)
author : Nur Resti Agtadwimawanti